Jumat, 25 Mei 2012

Menulis itu Tidak Harus Sekali Jadi

Menulis bukanlah hal yang asing bagi kita, bukanlah sesuatu yang baru kita dengar ataupun hal yang baru kita jumpai, namun bagi sebagian orang menulis bukanlah hal yang disukai bahkan dianggap momok yang menakutkan, pekerjaan yang sulit, dan terkadang kita merasa bingung harus mulai dari mana merangkai kata agar menjadi bahasa yang menarik untuk dinikmati oleh pembaca.
Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Dalam komunikasi tulis paling tidak terdapat empat unsur yang terlibat: penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau media berupa tulisan dan pembaca sebagai penerima pesan. Dalam menulis kita harus memperhatikan siapa pembaca yang akan membaca tulisan kita sehingga apa yang kita tulis dapat bermanfaat atau setidaknya memberikan informasi.
Menulis biasanya diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran tersebut terbagi menjadi membaca, menulis, mendengarkan dan apresiasi sastra. Hingga mau tidak mau seorang siswa sekolah dasar dituntut untuk bisa menulis entah itu menulis sebuah karangan, membuat puisi, surat undangan, dll, namun coba kita bayangkan kalau guru bahasa Indonesianya sendiri tidak menyukai atau tidak pernah menulis, bagaimana dengan muridnya? Bagaimana cara guru tersebut mengajarkan menulis atau memupuk kegemaran menulis kepada muridnya?. Bila dikaji secara mendalam pertanyaan tersebut merupakan hal yang khonyol sekaligus menggelitik untuk direnungkan.
Untuk mengajarkan menulis bagi anak sekolah dasar bukanlah hal yang mudah karena sebagian dari mereka menganggap pelajaran ini membosankan dan menjenuhkan, disamping itu juga guru kurang menguasai materi dan dalam mengolah pelajaran ini tidak menggunakan metode yang tepat hingga siswa tidak tertarik untuk mengikutinya. Menurut Smith (1981) mengatakan bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari kondisi gurunya sendiri. Umumnya guru tidak dipersiapkan untuk terampil menulis dan mengajarkannya. Karena itu, untuk menutupi keadaan yang sesungguhnya muncullah berbagai mitos atau pendapat yang keliru tentang menulis dan pembelajarannya. Mitos tersebut sebagai berikut,
1.         Menulis itu mudah
Teori menulis atau mengarang, memang mudah. Gampang dihafal. Tetapi, menulis bukanlah sekedar teori, melainkan keterampilan. Bahkan, ada seni atau art di dalamnya. Seseorang tidak akan pernah mampu menulis dengan baik tanpa dilibatkan secara langsung dalam kegiatan dan latihan menulis. Dia harus mencoba dan berlatih berulang kali, memilih topik, menentukan tujuan, mengenali pembaca, mencari informasi pendukung, menyusun kerangka karangan, serta menata dan menuangkan ide-idenya secara runtut dan tuntas dalam racikan bahasa yang dipahami.
2.         Kemampuan menggunakan unsur mekanik tulisan merupakan inti dari menulis
Dalam menulis seseorang perlu memiliki keterampilan mekanik seperti penggunaan ejaan, pemilihan kata, pengkalimatan, pengalineaan dan pewacanaan. Unsur mekanik merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengemas dan menyajikan isi karangan agar dapat dipahami dengan baik oleh pembacanya.
3.         Menulis itu harus sekali jadi
Menulis merupakan sebuah proses yang melibatkan tahapan-tahapan, yaitu, tahap prapenulisan, penulisan, serta penyuntingan, perbaikan dan penyempurnaan. Tidak banyak orang yang dapat menulis sekali jadi. Bahkan, seorang penulis professional sekalipun. Beberapa kali kita harus meremas kertas dan membuangnya karena tidak puas. Padahal tulisan itu belum jadi, atau katakanlah sudah selesai di tulis. Kita menulis, memperbaiki, mencoba menulis lagi, memperbaiki lagi, menulis lagi, hingga kita anggap selesai.
4.         Orang yang tak menyukai dan tak pernah menulis dapat mengajarkan menulis
Mungkinkah orang yang tidak suka dan tidak pernah menyopir dapat mengajarkan menyopir kepada orang lain? Jawabnya, tidak! Sulit membayangkan seorang guru yang takut dan tidak suka menulis serta tidak memiliki pengalaman dan keterampilan menulis dapat mengajar menulis kepada muridnya. Padahal minat dan kemauan siswa belajar menulis tak lepas dari apa yang terjadi pada diri guru dan bagaimana dia mengajarkannya.
Menulis itu bukanlah sesuatu yang gampang, memerlukan latihan berulang-ulang kali agar kita bisa menjadi seorang penulis yang baik, untuk itu bukanlah sesuatu yang bijaksana apabila ada yang mengatakan lebih utama menguasai ejaan daripada keterampilan menulis karena menguasai ejaan dapat kita pelajari pelan-pelan pada saat proses mengedit tulisan.
Dalam mitos ketiga di sebutkan bahwa menulis itu harus sekali jadi hal itu tidaklah benar karena menulis adalah sebuah proses ada tahapan-tahapan tersendiri dan memerlukan latihan yang terus menerus, untuk dapat menjadi sebuah tulisan yang baik tulis saja inti dari apa yang ingin kita ungkapkan dalam tulisan. kemudian bisa kita kembangkan esok atau lusa bila telah mendapat ide baru lagi, begitu seterusnya hingga tulisan tersebut sempurna dan selesai. 
Untuk menjadi penulis yang baik bukan suatu hal yang mudah dan didapatkan dengan cara instan, perlu latihan dan tekad yang bulat juga pantang menyerah apabila tulisan yang kita buat tidak diterima oleh pembaca. Membiasakan diri berlatih, disiplin dan komitmen yang tinggi kita dapat menjadi penulis yang handal dan professional.
Menulis juga dapat meningkatkan kecerdasan, mengembangkan daya inisiatif dan krearivitas, menumbuhkan keberanian serta mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Jadi jangan takut untuk menulis, mencoba adalah pengalaman berharga dan guru yang baik untuk kita.


Referensi
Suparno, dkk. 2009. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta : Universitas Terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar